"Jangan menuntut kepada pasangan anda sebagai wewenang, apa yang dapat anda minta sebagai kemurahan hati"
( disadur dari :Anthony de Mello SJ;Sejenak Bijak)
Gunakan bahasa isyarat, bila komunikasi lisan tidak effektif. :-) khusus untuk pasangan yang sedang berbulan madu:
" Bicaralah dengan Bahasa Matematika"
Dengan menatap tajam mata hitam istrinya, sang suami mengacung telunjuknya membentuk angka satu. Sang isteri diam sejenak terperangah dan terpana, perlahan - lahan menjawab dengan mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya.
Kini sang suami, melihat angka satunya dijawab dengan dua, terbungkam seribu bahasa. Mukanya tampak memerah , matanya makin bertambah nyalang, kelihatan dia ragu ragu. Namun perlahan lahan diangkatnya tangan kanannya yang membentuk angka tiga dengan telunjuk, jari tengah, dan jari manisnya. Sang isteri berteriak,lari dan menyusup dipelukannya, kasih sayang telah kembali.
Keesokan hari sang isteri datang pada orang tua yg memberikan nasehat untuk mengucapkan terima kasih. Ujarnya,biasanya begitu suami saya mulai bicara, sekiranya kami ingin berdamai maka kata-kata pertama selalu diartikan salah, yang menyebabkan kami kembali bertengkar.
Kemarin dia tidak berkata apa-apa, sekedar menatap tajam dan berkata:"Dikau satu satunya yang kucinta." Hati saya tersentuh dan terenyuh, naluri kewanitaan kewanitaan saya luluh, jawab saya, " Kau pun satu satunya yang kucinta, kita berdua sepasang gunting,yang kalau sebelah tidak ada artinya." Eh, mendengar jawaban saya itu, dia menjadi binal,muka saya memerah ketika ia mengatakan:"Marilah kita bikin belahan ketiga"
Sore hari sang suami mendatangi orang tua dimana ia dan isterinya meminta nasehat, sambil mengatakan bahasa matematika memang mujarab.
"Dia memang perempuan keras kepala.Dia tidak takut, atau pura-pura tidak takut, terhadap ultimatum saya, malahan menantang:Dua"
Artinya melakukan perlawanan terhadap ultimatum saya. Saya jadi serba salah serta serba ragu. Bagaimana kalau ultimatum -ultimatum ini berakhir tragis? Tetapi, kelelakian saya tersinggung dengan tingkahnya itu, serta mungkin saja diapun pura pura berani, dalam hatinya siapa tahu. Benar juga, ketika ultimatum saya habis, bersama kesabaran dan harapan saya: Tiga" dia pun menyerah dan memeluk saya.
(Disadur: Filsafat Ilmu,Sebuah pengantar Populer,Jujun S.Suriasumantri")
Atau "Jangan pernah jadi Pasutri" he he he ..............
Tidak ada komentar:
Posting Komentar