Tulus seperti merpati dan cerdik seperti ular. Nasihat yang sudah berumur ribuan tahun dan semua dari kita tentu setuju dengan pernyataan tersebut. Yang jadi masalah mungkin bagaimana penghayataan dan penerapannya dalam kehidupan sehari hari dan tentu saja untuk nasehat-nasehat/kata-kata mutiara yang lain pun berlaku, yang kadang kala dengan tulus dan keluguan seseorang dipraktikan dengan sepenuh hati tanpa mengkaji dan mengevaluasinya.
Atau dengan niat untuk kepentingan pribadi, sehingga digunakan untuk pembenaran diri terhadap diri sendiri ataupun untuk sebagai pernyataan terhadap orang lain,agar orang lain membenarkan dan mengikuti apa yang diinginkan.
Jangan karena ketulusan kita, orang lain memanfaatkan ketulusan atau kebaikkan kita. Apalagi apabila kita tahu dimanfaatkan dan membiarkannya karena rasa sungkan atau kita rasa sebagai ketulusan dan kebaikkan kita. Sehingga membuat orang yang memanfaatkan menjadi merasa hebat dan menganggap orang lain bodoh. Kita secara tidak langsung mencelakakan orang tersebut sehingga hidup dalam kepalsuan dan semakin terjerumus dalam kemalasan,tidak berusaha membangkitkan kemampuan yang ada pada dirinya.
Ketulusan yang baik harus disertai dengan kecerdasan yang baik, tulus yang diberikan memberikan manfaat bagi orang yang kita berikan ketulusannya dan akan lebih baik juga bermanfaat bagi yang memberikan ketulusan sehingga akan terus meningkatkan ketulusannya.
Cerdik, tentunya kebanyakan orang lebih setuju dari pada ketulusan, dikarenakan ketulusan kadang di identikan dengan kebodohan walaupun tentunya sudah pasti tidak, sedangkan kecerdikan sering diidentikan dengan kelicikan dan sudah pasti hakikinya tidak juga.
Apabila tidak hati hati, cerdik bisa menjadi bentuk kejahatan dan kemalasan dalam berusaha dan kemunafikan.Yang tentunya bisa merugikan orang banyak, yang pada akhirnya tentu saja pada diri sendiri untuk jangka panjang.
Untuk waktu pendek tentunya tidak ada ketulusan dalam komunitasnya, tidak ada kawan -kawan sebenarnya. Dalam jangka panjang tidak mempunyai sesuatu yang fundamental yang berarti dan dapat diandalkan.
Pada prinsipnya memang hidup saling memberi dan menerima untuk memberikan hidup yang lebih berarti, dalam bahasa sehari hari mungkin disalah artikan menjadi saling memanfaatkan atau lebih ekstrimnya memanfaatkan apa yang bisa kita manfaatkan dari orang lain tanpa mau memberi manfaat yang layak pada orang lain yang sesuai.
Dengan menerima manfaat tanpa memberi manfaat bagi orang lain, tentu saja lama kelamaan bisanya hanya memanfaatkan orang lain dan gampang untuk dibayangkan oleh semua oleh kita orang seperti apa yang tidak bermanfaat bagi lingkungannya.
Dengan menerima manfaat tanpa memberi manfaat bagi orang lain, tentu saja lama kelamaan bisanya hanya memanfaatkan orang lain dan gampang untuk dibayangkan oleh semua oleh kita orang seperti apa yang tidak bermanfaat bagi lingkungannya.
Cerdik harus seiring dengan ketulusan,sehingga cerdiknya itu bermanfaat bagi kita dan tentu saja bagi orang lain, saling menerima dan saling memberi. Hal ini pun berlaku bagi dunia usaha terutama untuk jangka panjang, sehingga perusahaan mempunyai nama baik dalam lingkungan usahanya (company image) dan menjadikan salah satu alat yang berharga sekali dalam berkompetisi (competitive advantage).
Ini juga yang ditekankan dalam "8 prinsip menejemen mutu" dalam point ke delapan, hubungan yang saling menguntungkan dengan unsur unsur terkait (stake holder) untuk akhirnya mencapai point kesatu, kepuasan pelanggan (customer satisfaction).
Dalam praktek sehari hari, sering kita terbelah dalam prioritas untuk mencapai kepentingan sesaat daripada kepentingan jangka panjang.Tentu saja untuk dapat bertahan (survival) unsur jangka pendek harus didahulukan , akan tetapi unsur jangka panjangpun tidak bisa dilupakan harus seiring sejalan dalam kesetimbangan. Umumnya, "pemain baru" terlalu mementingkan jangka pendek untuk membesarkan usahanya, oleh karena itu orang umumnya lebih memilih dan suka "pemain lama" yang sudah mempunyai reputasi yang baik.
Hidup memang pilihan, dimana batas keseimbangan yang terbaik ada ditangan masing-masing pemegang keputusan.
Pepatah;"Tulus seperti Merpati dan Cerdik seperti Ular" bukan berarti kadang tulus menjadi merpati dan kadang cerdik menjadi ular seperti memiliki dua kepribadian yang terbelah . Tapi keduanya menyatu dalam satu kepribadian yang tidak dapat terpisahkan.
Tentu saja yang memberi pepatah ini tidak melupakan unsur perekat untuk menyatukan keduanya yaitu, "CINTA KASIH"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar