Senin, 30 Maret 2009

Saldo Kehidupan


Saldo,defenisi yang umum digunakan pada neraca keuangan. Sederhananya bila kita menabung pada bank akan ada kolom debet dan kolom kredit dan saldo adalah kredit dikurangi debet, itulah jumlah tabungan kita.

Saldo dapat diekivalenkan pada kehidupan kita sehari hari, baik untuk sosialisasi maupun kita berkarier sesuai profesi kita.

Dengan kita menanamkan sifat-sifat yang baik (layak) yang mengikuti norma-norma serta nilai - nilai yang baik pada masyarakat , analog dengan memperbesar kolom kredit kita.

Sebaliknya apabila kita berlawanan arah akan memperbesar kolom debet. Hanya berbeda dengan tabungan kita di bank harus selalu positif,kecuali kalau ambil kredit ke bank tentunya.

Sedangkan saldo dalam kehidupan sehari hari bisa bernilai negatif dan ini tidak bisa terukur secara jelas/kwantitatif, tetapi bisa menjadi acuan yang berkorelasi dengan hasil yang kita harapkan ketika kita mengevaluasi kinerja kita secara kualitatif.

Kehidupan, persis seperti kita menabung hanya karena pembukuannya tidak bisa tertulis kadang-kadang kita bingung kenapa tidak bisa berjalan semestinya sesuai yang kita harapkan, ternyata saldo kita sudah negatif. Kalau dianalogkan dengan meminjam uang dari bank artinya perlu kepercayaan dari bank, padahal saldo sudah negatif kepercayaan mungkin sudah tidak ada. Sehingga perlu kemurahan dari orang tersebut memberikan pinjaman kepercayaan.

Pada tabungan pada bank kita berharap kredit kita banyak dengan menabung dan debet yang sesuai keperluan kita bila tidak ingin saldonya terus berkurang, hanya pada tabungan lebih sederhana karena bila saldonya sudah tidak ada tidak bisa di debet. Celakanya pada kehidupan sehari hari kita harus berhati hati kita tidak mudah untuk mengetahui kapan saldo kita negatif dan walaupun saldo sudah negatif kita dapat memperbesar saldo itu, dengan melakukan hal-hal yang dapat memperbesar saldo negatif tanpa ada yang memberitahu saldo kita sudah negatif.

Untuk itu tentunya diperlukan usaha usaha agar kredit kita bertambah ,untuk sederhananya dikarenakan tidak ada manusia yang sempurna dan selalu mawas diri kita harus memiliki prinsip nilai-nilai yang baik. Nilai -nilai yang baik tidak terlalu rumit cukup yang sederhana misalnya tanggung jawab,komitmen, kerjasama tim, tidak mau merugikan orang lain (win-win solution),loyalitas, melayani, memberi maka kau akan diberi, siapa menabur siapa menuai, terus belajar dan tidak malu bertanya dan sebagainya yang menjadikan kita lebih baik.
Yang tentunya dapat menjadikan image kita menjadi lebih baik terutama pada komunitas kita berada saat ini. Banyak orang mencari cari "konsumen"/orang yang bisa menghargai dirinya yang pantas tetapi mengabaikan"konsumen"/orang-orang pada komunitas yang ada.

Lebih baik memperbaiki hubungan dengan komunitas yang sudah ada terlebih dahulu daripada mencari cari yang baru yang tidak pasti dan harus memulai membangun hubungan dari dasar kembali, tentunya sah sah saja mencari yang baru.Semuanya berpulang pada kejujuran pada diri sendiri serta kemampuan menganalisa persoalan yang dihadapi.

Komunitas yang ada sebagai"konsumen" dapat merupakan iklan (word of mouth) bagi komunitas yang lain, oleh karena itu hubungan dengan komunitas yang ada harus terjalin baik.

Bila sesuatu tidak berjalan semestinya yang kita harap, perlu evaluasi saldo kita jangan jangan saldonya sudah negatif dan apabila saldonya masih positif jangan mengikuti ego kita sehingga saldo nya menurun, yah seperti tabungan di debet terus untuk yang tidak seharusnya kita perlukan.

Untuk memperbesar kredit tentunya harus menabung dari hal-hal sederhana tidak perlu menunggu hal-hal istimewa(hal hal istimewa biasanya jarang terjadi/menang undian?:-)))) sehingga kolom kredit membesar. Jika jumlahnya sudah cukup besar dan waktu menabungnya relatif panjang tentunya bunganyapun terasa untuk dinikmati.
Persis seperti menabung uang, bukan mencari jumlah besar dulu paling tidak bila ada "musibah" tidak pusing tujuh keliling.:-))))

Dengan membiasakan menabung hal-hal baik dalam berperilaku, kita sudah menyadari bahwa kita tidak sempurna. Ini untuk menjaga terutama bila ada kesalahan yang kita lakukan baik sadar (tentunya kalau bisa tidak) maupun tidak sadar (sering mungkin kita lakukan) tidak mengurangi terlalu banyak saldo nilai nilai baik yang kita tanamkan dan penilaiannya sudah tentu oleh dirasakan oleh orang-orang sekeliling kita.

Paling sederhananya untuk mengukur saldo kehidupan dalam kehidupan sehari hari misalnya kita sering mendengar: "Ah masa sih dia begitu? kamu salah ngerti mungkin". dan akan banyak argumentasi dan evaluasi dari yang sedang terlibat dalam pembicaraan tersebut. Dan umumnya dengan melihat kesehariannya(menabung/saldo positif) bisa juga salah ngerti dan bila itu benar biasanya ada maafnya.

Tetapi bila saldonya negatif dan dalam kesehariannya mendebet: "Ah dia sih biasa begitu,kaga aneh lagi" dan pembicaraan habis.

Yang perlu ditekankan disini jangan sampai saldo negatif karena sangat sukar untuk orang bisa menghapus image yang sudah terbentuk dan mengharapkan orang memberi "pinjaman" kepercayaan.

Dan yang tidak boleh dilupakan penilaian dilakukan oleh orang lain seperti "hukum pasar " biarlah pasar yang menentukan bukan diri kita sendiri.

Minggu, 22 Maret 2009

Politik, perlu atau tidak?


Kampanye sudah dimulai, dimana mungkin sebagaian orang merasa apatis dan kadang ada yang mengatakan politik itu menjijikan, karena dengan bermacam macam alasan diantaranya tidak ada kawan sejati yang ada kawan dalam kepentingan bersama.

Politik tetap diperlukan dikarenakan jika ingin berperan aktif dan berperan banyak harus duduk terlibat langsung sebagai pengambil keputusan.Dan bisa mewakili orang-orang untuk menyuarakan dan membela kepentingan yang benar dari orang-orang yang diwakili.
Oleh karena itu sampai saat ini walaupun dibenci oleh sebagian masyarakat dan sebagian orang yang merasakan menjadi korban politik, politik tetap ada baik dalam skala besar maupun politik praktis sehari hari.

Yang menyebabkan politik tidak baik atau menjijikan bukan politiknya sendiri tapi sebagian para pelaku politik yang terlibat yang memang dari awal tujuannya tidak baik atau tidak menjelas hanya mencari peluang untuk dirinya sendiri atau golongannya.
Terutama pada negara baru berkembang sistim politik (apapun sesuatu yang relatif baru) yang ada dan para pelaku yang ada tidak bisa "bermain dengan cantik" mengikuti kode etis . Sehingga sebagian orang hanya melihat kerugian-kerugian yang timbul dari politik dari pada manfaatnya dan merasa apatis dan menghindar dari politik.Bisa dibayangkan juga kalau politik ditiadakan, bagaimana memperbaiki sesuatu yang ada dengan effektif.
Dalam semua sistim yang ada kadang kala bukan sistimnya yang tidak baik tapi para pelakunyalah yang memang tidak baik, selalu melihat celah celah kelemahan sistim yang ada, lebih parah lagi menciptakan sistim yang memang tidak baik tetapi baik bagi kepentingnya sendiri dan lingkaran dalam mereka.
Sesuatu yang tidak baik akan jalan terus selama kondisinya mendukung untuk itu. Supaya politik berjalan sesuai kepentingannya dan mengurangi yang tidak baik, tentunya perlu perbaikkan dari para pelaku politik yang terlibat langsung dan kontrol dari konstituen/para pemilih untuk tidak mendukung baik sadar maupun tidak sadar sehingga tidak tercipta citra politik yang menjijikan. Terutama sifat pemaaf dan gampang melupakan serta toleransi yang tinggi dari bangsa kita yang kadangkala sifat baik ini menjadi sesuatu yang dimanfaatkan untuk sesuatu yang tidak baik. Sehingga keliatannya hanya waktu kampanye saja sebagian partai terlihat sibuk.
Semua kembali kepada kita semua dan itu memang perlu waktu, terutama diperlukan cara berpikir dan ahlak yang baik serta tidak mengutamakan kepentingan sesaat.
Apakah kondisi saat ini telah mendukung untuk itu?

Tulus dan Cerdik

Tulus seperti merpati dan cerdik seperti ular. Nasihat yang sudah berumur ribuan tahun dan semua dari kita tentu setuju dengan pernyataan tersebut. Yang jadi masalah mungkin bagaimana penghayataan dan penerapannya dalam kehidupan sehari hari dan tentu saja untuk nasehat-nasehat/kata-kata mutiara yang lain pun berlaku, yang kadang kala dengan tulus dan keluguan seseorang dipraktikan dengan sepenuh hati tanpa mengkaji dan mengevaluasinya.

Atau dengan niat untuk kepentingan pribadi, sehingga digunakan untuk pembenaran diri terhadap diri sendiri ataupun untuk sebagai pernyataan terhadap orang lain,agar orang lain membenarkan dan mengikuti apa yang diinginkan.

Jangan karena ketulusan kita, orang lain memanfaatkan ketulusan atau kebaikkan kita. Apalagi apabila kita tahu dimanfaatkan dan membiarkannya karena rasa sungkan atau kita rasa sebagai ketulusan dan kebaikkan kita. Sehingga membuat orang yang memanfaatkan menjadi merasa hebat dan menganggap orang lain bodoh. Kita secara tidak langsung mencelakakan orang tersebut sehingga hidup dalam kepalsuan dan semakin terjerumus dalam kemalasan,tidak berusaha membangkitkan kemampuan yang ada pada dirinya.

Ketulusan yang baik harus disertai dengan kecerdasan yang baik, tulus yang diberikan memberikan manfaat bagi orang yang kita berikan ketulusannya dan akan lebih baik juga bermanfaat bagi yang memberikan ketulusan sehingga akan terus meningkatkan ketulusannya.

Cerdik, tentunya kebanyakan orang lebih setuju dari pada ketulusan, dikarenakan ketulusan kadang di identikan dengan kebodohan walaupun tentunya sudah pasti tidak, sedangkan kecerdikan sering diidentikan dengan kelicikan dan sudah pasti hakikinya tidak juga.

Apabila tidak hati hati, cerdik bisa menjadi bentuk kejahatan dan kemalasan dalam berusaha dan kemunafikan.Yang tentunya bisa merugikan orang banyak, yang pada akhirnya tentu saja pada diri sendiri untuk jangka panjang.

Untuk waktu pendek tentunya tidak ada ketulusan dalam komunitasnya, tidak ada kawan -kawan sebenarnya. Dalam jangka panjang tidak mempunyai sesuatu yang fundamental yang berarti dan dapat diandalkan.

Pada prinsipnya memang hidup saling memberi dan menerima untuk memberikan hidup yang lebih berarti, dalam bahasa sehari hari mungkin disalah artikan menjadi saling memanfaatkan atau lebih ekstrimnya memanfaatkan apa yang bisa kita manfaatkan dari orang lain tanpa mau memberi manfaat yang layak pada orang lain yang sesuai.
Dengan menerima manfaat tanpa memberi manfaat bagi orang lain, tentu saja lama kelamaan bisanya hanya memanfaatkan orang lain dan gampang untuk dibayangkan oleh semua oleh kita orang seperti apa yang tidak bermanfaat bagi lingkungannya.

Cerdik harus seiring dengan ketulusan,sehingga cerdiknya itu bermanfaat bagi kita dan tentu saja bagi orang lain, saling menerima dan saling memberi. Hal ini pun berlaku bagi dunia usaha terutama untuk jangka panjang, sehingga perusahaan mempunyai nama baik dalam lingkungan usahanya (company image) dan menjadikan salah satu alat yang berharga sekali dalam berkompetisi (competitive advantage).

Ini juga yang ditekankan dalam "8 prinsip menejemen mutu" dalam point ke delapan, hubungan yang saling menguntungkan dengan unsur unsur terkait (stake holder) untuk akhirnya mencapai point kesatu, kepuasan pelanggan (customer satisfaction).

Dalam praktek sehari hari, sering kita terbelah dalam prioritas untuk mencapai kepentingan sesaat daripada kepentingan jangka panjang.Tentu saja untuk dapat bertahan (survival) unsur jangka pendek harus didahulukan , akan tetapi unsur jangka panjangpun tidak bisa dilupakan harus seiring sejalan dalam kesetimbangan. Umumnya, "pemain baru" terlalu mementingkan jangka pendek untuk membesarkan usahanya, oleh karena itu orang umumnya lebih memilih dan suka "pemain lama" yang sudah mempunyai reputasi yang baik.

Hidup memang pilihan, dimana batas keseimbangan yang terbaik ada ditangan masing-masing pemegang keputusan.

Pepatah;"Tulus seperti Merpati dan Cerdik seperti Ular" bukan berarti kadang tulus menjadi merpati dan kadang cerdik menjadi ular seperti memiliki dua kepribadian yang terbelah . Tapi keduanya menyatu dalam satu kepribadian yang tidak dapat terpisahkan.

Tentu saja yang memberi pepatah ini tidak melupakan unsur perekat untuk menyatukan keduanya yaitu, "CINTA KASIH"






Jumat, 20 Maret 2009

Seni Komunikasi


Komunikasi, kata sehari hari yang sering kita dengar dan tanpa disadari kita banyak menerima sesuatu yang dikomunikasikan dari lingkungan sekitar kita. Baik yang jelas-jelas seperti komunikasi lisan yang kita lakukan atau dengan korespondensi dalam bentuk tulisan, maupun dalam bentuk iklan-iklan.
Dalam bentuk tidak langsung seperti bahasa tubuh ataupun isyarat-isyarat yang harus disimak dari komunikasi lisan atau tertulis, apa maksud sebenarnya yang hendak dikomunikasikan.
Banyak masalah yang timbul dikarenakan komunikasi yang tidak berjalan atau komunikasi yang buruk. Terutama untuk budaya orang timur yang lebih toleransi, sehingga tidak secara langsung menyatakan apa yang dimaksud.Baik itu rasa sungkan menyinggung perasaan orang lain ataupun sungkan menyatakan keinginan dirinya secara langsung. Oleh karena itu komunikasi merupakan seni bukan sesuatu yang eksak.
Suatu komunikasi dianggap berhasil jika apa yang dikomunikasikan dapat tercapai sesuai sasaran yang hendak dicapai dari orang orang yang berkomunikasi tersebut. Seni Komunikasi terutama diperlukan oleh orang-orang yang dalam kesehariannya menjalankan tugas harus bertemu dengan orang banyak, tentunya diperlukan juga untuk semua orang karena kita semua mencitrakan siapa diri kita setiap kita berkomunikasi.
Pertama tama tentunya cara kita berkomunikasi, hingga mengesankan menyenangkan dalam berkomunikasi dengan teman yang diajak berkomunikasi. Sopan dan ramah tentunya tidak berlebih sehingga kesannya malah tidak menyenangkan bagi sebagian orang. Terutama diperlukan pada awal-awal komunikasi dan orang baru kita kenal, biasanya terasa kaku dikarenakan masing-masing menjaga agar hubungan pembuka baik sehingga komunikasi berikutnya menjadi lebih baik. (Tahap Pembuka)
Tahap kedua,menggali karakter teman komunikasi atau latar belakang secara umum sehingga kita bisa menyesuaikan cara cara komunikasi sehingga komunikasi menjadi cair dan akrab sudah tentun bisa melihat dan menempatkan posisi kita terhadap teman komunikasi dengan benar.(Tahap Adaptasi)
Tahap ketiga, mulai masuk kedalam inti dari komunikasi yaitu saling menyampaikan maksud maksud yang dikehendaki agar dicapai suatu kesepakatan dari maksud komunikasi yang dilakukan. (Tahap negosiasi).
Tahap ketiga ini yang paling membutuhkan kesabaran serta pemahaman tentang jalan pikiran serta maksud yang dikehendaki oleh teman komunikasi serta kemampuan untuk menyampaikan maksud maksud yang hendak kita komunikasikan secara sistematis dan jelas kalau perlu dan bisa disederhanakan sesuai dengan kebutuhannya. Dan terkadang perlu mengulang apa yang sudah dikomunikasikan untuk menegaskan dan memastikan bahwa apa yang dimaksud atau disepakati benar sesuai dengan yang dikehendaki.(Jangan sampai terjadi terlalu percaya diri yang salah) Kadang diperlukan alternatif-alternatif (kreatifitas) agar tidak diketemukan kebuntuan.
Tahap keempat, untuk mengakhiri dan menutup kesepakatan diperlukan waktu yang tepat sehingga tidak ada unsur tergesa gesa dan memaksakan kehendak kita, terutama untuk memastikan telah terjadi kesepakatan pada tahap ketiga.
Kadang diperlukan persetujuan kesepakatan dengan mengalihkan ke hal lain untuk dilakukan sebagai bukti kesepakatan yang maksudnya sebenarnya sama dengan yang kita maksud. (Tahap Penutupan)
Keempat tahapan tersebut tentu hanya garis besar saja dan urut-urutannya tentu kadang tidak terasa waktu kita memasukinya, untuk detail teknisnya tentu lebih rumit (terutama untuk periklanan) dan perlu gabungan disiplin ilmu terutama pisikologi dan disiplin ilmu yang hendak dikomunikasikan, sudah tentu ilmu komunikasi.
Yang ditekankan dalam tulisan ini bahwa komunikasi sangat diperlukan dan bukan merupakan hal yang mudah, sehingga tidak timbul masalah yang sebenarnya tidak perlu terjadi apabila ada komunikasi yang baik dan terutama diperlukan apabila kita ingin menyampaikan sesuatu.
Dalam kehidupan praktis sehari hari dalam pergaulan hal yang rumit dan tidak mudah ini menjadi sederhana, jika ada ketulusan hati,rendah hati,serta cinta kasih pada kita. Pancarkan sifat tersebut akan menuntun kita untuk melakukan apa yang terbaik apa yang kita bisa lakukan dan itu akan terasa oleh lawan bicara kita baik disadari maupun tidak disadari.
Tentu saja dalam komunikasi diperlukan niat baik dari masing-masing pihak yang terlibat dalam komunikasi sehingga komunikasi bisa berjalan baik dan tetap langgeng.
Apabila sifat baik itu telah kita lakukan dan mendapat perlakuan yang tidak bersahabat oleh teman komunikasi kita, tentu saja kadang diperlukan mengalah karena dimungkinkan teman komunikasi kita sedang tidak stabil emosinya daripada sama sama ngotot sehingga untuk komunikasi berikutnya sangat susah untuk memperbaiki hubungan baik yang sudah dibina.
Dan tentunya kadang diperlukan tidak mengalah malah kadang tidak sopan, agar komunikasi bisa ditempatkan pada semestinya saling mengormati.
Yah itulah seni, tidak ada yang pasti.:-) Yang pasti ada standar umum yang berlaku dimasyarakat ataupun norma-norma sebagai acuan. Sehingga seni itu bisa disebut indah. :-))))

Kamis, 12 Maret 2009

Menjadi Lebih Baik


Untuk menjadi lebih baik, kita dapat menempuhnya dengan memperbaiki apa yang sudah ada dan mempertahanan apa yang sudah baik. Tetapi untuk membuat "lompatan" (breakthrough) yang lebih baik apabila cara -cara lama atau cara berpikir atau sikap yang lama yang biasa dilakukan, apapun yang termasuk yang lama terkadang harus ditinggalkan sama sekali.

Cara berpikir hirarkhi yang vertikal biasanya menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari perbaikkan perbaikkan sesuatu dari yang sudah ada. Ini yang umumnya terjadi dan biasa kita lakukan sehingga kadang terjebak oleh cara berpikir seperti ini dan kebiasaan -kebiasaan lama yang sudah menjadi rutinitas. Misalnya terjebak oleh latar belakang pendidikan atau pengalaman sehingga tidak mau mencoba sesuatu yang berbeda (langsung menolak) walaupun disana terlihat peluang yang lebih baik untuk dicoba dan bisa belajar untuk memulainya.

Mengikuti metode lama yang biasa dilakukan tidak pernah mencoba alternatif diluar kebiasaan lama ( ah biasanya juga begitu :-)))).

Menangkap informasi yang dikehendaki yang didasarkankan latar belakang atau kondisi saat ini, diluar itu tidak pernah tertangkap atau diminati, apalagi sekedar ingin tahu. (ah itu khan diluar bidang saya :-))

Padahal dengan mengetahui latar belakang prinsip -prinsip dasar bidang orang lain memudahkan kita menyesuaikan bidang yang kita geluti agar sesuai dengan sasaran utama bersama yang hendak dicapai terutama dalam hal negosiasi.(win-win solution)

Untuk membuat sesuatu yang berbeda bisa digunakan cara berpikir lateral dengan sementara melupakan cara berpikir vertikal yang biasa dilakukan dan dibantu dengan metode Brainstorming, yang mana mengumpulkan informasi-informasi atau ide-ide yang mungkin sama sekali baru tanpa bereaksi untuk mengomentari ide-ide tersebut dan mengevaluasi ide pemikiran baru tersebut sehingga memungkinkan terpecahkannya suatu masalah atau lahirnya inovasi.

Tentu saja hal ini tidak mudah dan brainstorming biasa dilakukan pada Sistim Menejemen Mutu atau pada Gugus Kendali Mutu yang terbentuk dari beberapa orang dengan seorang fasilitator dan beberapa Gugus gugus kendali mutu pada perusahaan yang mengikuti sistim menejemen mutu.

Persoalannya biasanya kita tetap menutup hati terhadap perubahaan dan tetap bertahan dengan sesuatu yang lama. (resistante to change) sehingga perlu dibiasakan dan menjadi budaya cara tidak sadar bagi kita, paling tidak untuk mengevaluasinya dulu dan tidak langsung menutup hati untuk sesuatu yang baru.

Sesuatu yang lama mungkin memberikan rasa aman secara pisikologis dan mungkin sudah terbukti bisa jalan dan mengurangi resiko dari pada mencoba yang baru. Sehingga perubahan untuk menjadi lebih baik biasanya terpikirkan setelah timbul masalah dan kita mudah menerimanya usulan perbaikkan, lebih bersifat reaktif dari pada proaktif.

Untuk membuat lompatan perbaikkan memang hanya dilakukan oleh orang orang yang benar - benar menginginkannya dan bersedia membayar untuk semua itu.

Untuk awal langkah memang diperlukan daya juang untuk bertahan (survival) dengan melakukan sesuatu yang baru termasuk konsep berpikir lateral, dengan terjadi terbiasa jatuh bangun (yang pasti terjadi termasuk walaupun kita pasif, siklus itu pasti terjadi) akhirnya menjadi terbiasa dan bergerak dibawah sadar kita karena sudah tertanam sehingga menjadi pola aktivitas sehari- hari.

Orang - orang terdahulu yang telah mencapai keberhasilan itupun awalnya menghadapi kegalauan seperti yang mungkin kita alami, dan mungkin ada sebagian yang trauma untuk melakukannya kembali.

Jadi sama apabila kita menghadapi kegalauan dan tidak pernah memulai dengan alasan-alasan yang sama dilakukan oleh orang-orang terdahulu yang tidak pernah memulai, itu memang yang hal yang lumrah.

Yah hidup memang pilihan, dan keberhasilan memang untuk yang benar-benar menginginkannya dan membayar semua untuk itu (termasuk down paymentnya mungkin :-))))

Tidak perlu memaksakan ikuti kata hati yang terbaik untuk kita dan tidak dipermaikkan oleh pikiran, apabila memang tidak cocok untuk kita dan lupakan saja apabila terlalu mahal harga yang harus kita bayar.

Apabila kata hati mengatakan ya kita coba?..............:-)

Minggu, 08 Maret 2009

Kebetulan semata?

Sering kita mengatakan suatu peristiwa sebagai kebetulan semata atau dengan istilah tidak sengaja. Sebenarnya bila kita telaah hampir semua peristiwa merupakaan suatu proses dan mengikuti suatu hukum alam atau selaras dengan konsep pendekatan proses untuk peristiwa tersebut, hanya karena kita tidak mengenal proses tersebut kita menyebutnya hanya kebetulan semata.
Dalam teori probabilitas atau teori kemungkinan suatu peristiwa bisa dikalkulasi sebagai peluang untuk peristiwa itu terjadi. Sederhananya misalkan kita memasukan sepuluh kelereng berwarna dengan masing masing memiliki satu warna kedalam sebuah kotak dan kemudian mengambil kedalam kotak dengan tujuan mendapatkan sebuah warna. Peluang mendapatkan warna tersebut sepersepuluh demikian juga untuk warna-warna lain.


Apabila kita mendapatkan warna apa yang kita ingini, ini yang biasanya kita menyebutnya kebetulan. Tentunya perkataan ini kebetulan ini menjadi bisa menjadi bahan renungan, apakah ini kebetulan semata?

Kadang kala kekuatan pikiran dibawah sadar kita bisa mengarahkan apa yang kita ingini tentunya bila kondisinya mendukung untuk terjadi.


Sebagai contoh mungkin banyak pengalaman dalam kehidupan kita bersama dalam keseharian. Misalkan kita ingin berjumpa dengan seseorang dan ternyata orang tersebut datang menjumpai kita yang tadinya sudah lama tidak berjumpa.Apakah ini kebetulan semata?
Dalam acara The Master di RCTI, banyak terlihat bahwa kekuatan dalam diri yang dilatih untuk melakukan yang luar biasa . Sesuatu yang bila dilakukan oleh orang awan kita mengatakan suatu kebetulan - kebetulan semata, yang tentunya pelaku awan itupun mengatakan itu kebetulan karena tidak bisa konsisten untuk melakukannya/ untuk diulang karena memang tidak terlatih untuk melakukannya. Yang mana pada peristiwa itu terjadi telah melakukan proses yang benar untuk melakukan peristiwa tersebut hanya mungkin tidak disadari sehingga tidak bisa diulangi tentunya.
Dalam bidang keilmuan banyak peristiwa yang disebut oleh orang awan dengan kata kebetulan, yang sebenarnya proses penemuannya boleh kita sebut "kebetulan" tetapi sebenarnya prosesnya sudah merupakan hukum alam yang sudah ada. Dimana kita menemukannya, baik secara sistematis, maupun menemukannya effek samping dari peristiwa yang kita geluti.
Yang ingin ditekankan sebenarnya disini, bagaimana suatu peristiwa tidak kita anggap kebetulan semata sebenarnya suatu proses yang bukan kebetulan semata mata agar bisa mengambil hikmah dan bermanfaat dalam kehidupan kita sehari hari.
Dalam kehidupan sehari hari banyak kita mengatakan itu hanya kebetulan baik dalam hal yang kita anggap baik maupun buruk.
Apabila orang baik terhadap kita, tentunya karena kita melakukan sesuatu yang baik terhadap orang tersebut demikian pula sebaliknya bila bersifat tidak baik. Hanya kita biasanya hanya terfokus pada waktu peristiwa itu terjadi, terutama bila hal buruk dialami oleh kita. Tidak melihat kebelakang apa yang kita lakukan sebelumnya hingga selalu mengatakan itu kebetulan ( Keberuntungan atau Apes semata).
Mungkin persoalannya bagaimana apabila kita telah berbuat baik tapi diterima atau disambut dengan tidak baik? (Kalau hal buruk dibalas buruk sudah tidak perlu di pertanyakan tentunya).
Salah satunya, memang karakteristik dari orang tersebut dan mungkin dalam kondisi yang memang tidak memerlukan hal baik dari kita saat itu. Dimana pada saat "kritis" pasti akan menerima hal baik yang kita tawarkan.(pada prinsipnya semua manusia baik sepanjang bisa mengkontrol egonya). Bisa juga melihat sesuatu selalu ditekankan sebagai ancaman sehingga timbul kecurigaan melihat sifat baik yang di tawarkan. Mencermikan sifat kurang percaya diri dan tidak biasa bersinergi dengan potensi yang ada pada orang lain. Dan ada saatnya ego manusia labil hingga ingin merasa super dari orang-orang disekelilingnya sehingga tidak boleh tersinggung atau merasa dibawah lawan bicaranya. Kalau bidang pekerjaan anda seorang pemasar atau yang berhubungan dengan orang secara langsung, sering mendapat respon yang tiba-tiba kurang menyenangkan walaupun anda telah berusaha menjaga sikap yang baik dari awal pertemuan.
Hal ini tentunya sering terjadi dan tidak kebetulan semata. Yang diperlukan hanya memberikan sedikit empati apa yang mereka butuhkan dan selesai masalahnya dengan sendirinya.
Yang mana sudah tentu kita harus bercermin diri terhadap diri kita sendiri apabila kita sudah benar dan sifat baik yang kita tawarkan apa benar- benar tulus (membantu mencarikan masalah, bukan sekedar untuk kepentingan kita semata, terutama untuk pemasar yang dari awal pointnya hanya menekankan untuk menjual tentunya tidak menyenangkan bagi calon pembeli.) dan label orang terhadap diri kita atas aktivitas-aktivitas yang kita lakukan tentunya termaksud tim kita apabila kita bergabung dalam sebuah tim ,aktivitas sebelumnya memang dirasa baik dan dapat dipercaya.(kebaikan/kesalahan kolektif)
Untuk menerangkan bukan kebetulan semata dapat diambil contoh-contoh lain dalam kehidupan sehari-hari, yang pada akhirnya mungkin kita sukar untuk menjawabnya.
Yang diperlukan evaluasi kedalam diri sendiri baik untuk keberhasilan maupun kegagalan serta tentunya lingkungan yang mempengaruhi kita karena kita sebagian dari lingkungan kita tersebut. Untuk itu mari kita mencoba memberikan yang terbaik bagi diri kita serta lingkungan kita dengan asumsi tidak ada kebetulan semata.
Untuk bahan telaah lebih jauh adalah "Hukum Sebab Akibat" yang mana untuk agama merupakan salah satu inti ajaran."Siapa Menabur,Siapa Menuai". Untuk membahas lebih jauh sehingga hukum sebab akibat dapat dimengerti sesuai sudut pandang agama ,tentunya saya tidak berkompeten dalam ini. :-)))))
Dalam tidak adanya kebetulan semata atau adanya kebetulan semata,boleh setuju dan boleh tidak, yang penting bisa bermanfaat bagi kita semua apapun yang kita yakini.:-)
Apabila kita sering mengatakan suatu prestasi yang baik kita capai dengan kebetulan semata (biasanya untuk merendah), sebenarnya kita tidak menghargai sifat sifat baik yang selama ini kita telah lakukan untuk mendukung keberhasilan tersebut atau kita tidak menyadari sikap sikap baik yang benar yang memdukung kondisi itu terjadi. Tentunya ini akan menghambat kemajuan yang lebih baik/perbaikkan dan sekaligus tidak memotivasi orang disekelilingi kita untuk lebih baik.Melihat bukan dari proses untuk diteladani tapi hanya kebetulan semata.
Sebaliknya bila sesuatu yang tidak baik dianggap juga kebetulan semata, menghambat diri untuk evaluasi atas diri sendiri dan memotivasi orang -orang sekitar kita untuk menyalahkan keadaan yang menyebabkan hal itu terjadi.
Kita ini bukan milik kita sendiri tetapi sebagian merupakan milik komunitas kita berada terutama orang-orang terdekat sekitar kita.
Karena disadari maupun tidak disadari kita bisa membantu atau menghambat orang-orang sekitar kita dengan porsi yang relatif untuk lebih baik keadaannya atau pula sebaliknya.
Apabila kita dapat bertemu dalam suatu komunitas, apakah kebetulan semata? :-) Jawabannya ada pada yang SATU itu.

Jumat, 06 Maret 2009

Berawal dari pikiran


Panca indera, seperti indera penglihatan ,indera pendengaran , indera perasa,indera peraba serta indera penciuman semuanya sangat dipengaruhi oleh emosi dan dipengaruhi oleh pikiran. Demikian pula tindakan -tindakan kita sangat dipengaruhi oleh pikiran kita, seperti menggerakan tangan atau berjalan berawal dari pikiran.
Aktivitas sehari-hari yang rutin sudah tidak disadari oleh kita karena sudah menjadi rutinas serta gerakan refleks hanya seperkian detik menggunakan pikiran bawah sadar kita, baik yang secara alami dengan menggunakan pikiran bawah sadar maupun sesuatu yang kita latih sehingga pikiran akan bergerak sendirinya sesuai dengan apa yang kita anggap cocok untuk stimulus yang datang dari luar.
Prinsip dan keyakinan kita yang mana kita yakini akan menuntun cara kita bereaksi terhadap suatu stimulus yang kita hadapi, terutama apa bila waktu yang tersedia sangat sempit atau terbatas akan terlihat karakter atau pola pikir yang sebenarnya tanpa perlu pengamatan yang terlalu dalam.
Apa perlu kita bersembunyi atau menyembunyikan karakter dan pola-pola pikir utama kita? Tentu saja tidak selama kita menggunakan "baju yang pas" untuk diri kita, semuanya terasa menyenangkan dan orang lain bisa menyesuaikan diri dengan kita tanpa beban bagi kedua belah pihak. Yah itulah diri kita yang sebenarnya.
Yang perlu ditekankan menjaga pikiran (mindset) serta menyesuaikan dengan suara hati kita,sehingga apa yang kita lakukan secara spontan membuat orang lain senang berhubungan dengan kita.Dan secara sadar maupun dibawah sadar akan menuntun kita kelangkah-langkah yang kita ingini dan anggap baik. Konsep ini bisa juga dilakukan secara visualisasi seperti konsep "The Secret" dan ini dilakukan oleh para pemasar dalam berpromosi untuk mempengaruhi pikiran baik langsung maupun tidak langsung selain dengan berbagai macam cara agar tertanam di benak/pemikiran calon pelanggan jika digabung dengan mengusik emosional pelanggan (tentunya emosional ini dalam arti luas) merupakan salah satu cara untuk menimbulkan "brand awareness".

Senin, 02 Maret 2009

Kekuatan ekivalen kelemahan, (Vice Versa)




Kekuatan atau suatu kelebihan itulah yang selalu ingin dimiliki oleh kita bersama. Kelemahan-kelemahan kitalah yang selalu inginkita perbaiki menjadi kekuatan-kekuatan kita.


Kita selalu merasa kelemahan-kelemahan kitalah yang menghambat bagi kemajuan yang hendak kita capai dan merasa kekuatan-kekuatan kitalah yang akan membuat kita bisa mencapai sesuatu yang kita inginkan.
Pada prinsip dasarnya semua itu benar,asal kita telah menetapkan
target yang hendak kita capai dan mengetahui kekuatan yang diperlukan dan kelemahan yang akan menghambat untuk mencapai sasaran.
Lalu mengarahkan kekuatan yang mendukung sasaran tersebut dan memperbaiki kelemahan -kelemahan yang bisa menghambat kita untuk mencapai sasaran tersebut.
Namun kadang tidak disadari atau mungkin dibawah sadar,kekuatan - kekuatan bisa menjadi penghambat bagi kemajuan untuk mencapai apa yang hendak kita capai dan kelemahan sendiri menjadi pendorong untuk mencapai sasaran.

Sederhananya dapat diambil sebagian contoh, seperti apabila kita dianugrahkan kelebihan atau telah menguasai sesuatu bidang yang kita anggap telah kita kuasai ,kadang kita tidak mau mendengarkan masukkan dari orang lain yang menurut kita masih dibawah kelasnya kita.Yang mana orang yang kita anggap dibawah tersebut, kadang kala karena ketidak tahuannya dan kepolosannya mengajukan pertanyaan atau solusi yang tidak pernah kita pikirkan sebelumnya, apalagi menjawabnya. Menganggap sepele persoalan, dimana persoalan tersebut sebenarnya dapat dihindari untuk tidak terjadi. Atau masalah menjadi rumit karena pengetahuan yang kita miliki menghalangi kita untuk berpikir jernih, yang sebenarnya dapat sederhana.(Biasanya untuk mencegah ini, dalam Brainstorming ada aturan untuk itu)
Pengalaman ini juga terjadi pada Bpk.DR.Ir.Roosseno Alm,(didalam biografinya)dimana waktu beliau masih bertugas sebagai kepala PU di jawa tengah. (Kejujuran inilah yang membuat orang respek pada beliau,yang tentunya terhadap hal- hal baik dan keilmuan dari beliau).
Kelemahan bisa menjadi kekuatan,sebagai contoh diantaranya, apabila kita tidak mengetahui bisa meminta orang -orang tahu untuk memberikan masukkan dan tidak ada beban untuk bertanya karena menyadari kelemahan yang ada, sehingga terbuka untuk menerima saran.
Dalam hal menerima hal baru, malah ketidaktahuan sama sekali akan lebih cepat disimak dengan jernih. Daripada telah terbiasa dengan sesuatu yang lama, dimana pengetahuan yang ada secara tidak sadar menutup hati untuk menerima perubahan yang lebih baik. (Resistance to Change, yang biasa diistilahkan dalam menejemen).
Berhati hati terhadap persoalan yang ada maupun kemungkinan yang terburuk.(Tentunya perlu digaris bawahi : Terlalu berhati-hati sama buruknya dengan Terlalu).
Yang tentunya, banyak contoh -contoh lain untuk menggambarkan hubungan antara kekuatan dan kelemahan (vice versa), bila kita menyediakan waktu untuk merenungkan.
Kekuatan dan kelemahanpun tergantung dari kita meninjau keduanya dan sasaran apa yang hendak kita capai. Contoh ini mungkin tidak terlalu tepat, tapi paling tidak memberikan suatu gambaran. Apabila luwes dianggap kelemahan sedang kekuatan fisik dianggap kekuatan.
Seperti gambar sebelah kanan atas seorang penari balet, lebih menonjolkan keluwesan walaupun bukan berarti tanpa kekuatan fisik.Tapi yang lebih ditonjolkan keluwesannya sebagai kekuatannya , kekuatan fisik lebih hanya sebagai faktor penunjang.
Sedangkan gambar sebelah kiri atas, dalam beladiri yang ditonjolkan kekuatannya yang tentu bukan berarti tidak luwes.
Dalam Tao, sering kita dengar istilah "Im" dan "Yang" dimana sebenarnya dua duanya saling melengkapi dan tidak ada yang kuat dan tiada yang lemah. Keduanya saling melengkapi seperti sederhananya seperti pedal gas dan pedal rem pada kendaraan bermotor.
Persoalannya bagi kita praktisnya dalam aktivitas sehari hari adalah bagaimana memanfaatkan kekuatan sebagai kekuatan dan memanfaatkan kelemahan sebagai kekuatan atau mengadakan sinergi dengan orang lain dalam hal bekerja sama. Sudah tentu tidak semudah mengatakan apalagi menjalaninya , diperlukan kepekaan atau "rasa yang pas" untuk diri kita masing-masing.
Yang menariknya kalau sudah urusan rasa yang pas, pada akhirnya diri sendiri yang dapat merasakan rasa yang pas untuk diri kita masing-masing, tidak bisa diwakili oleh orang lain dan disini sudah tidak diperlukan lagi nasehat atau dibicarakan atau diskusi yang berkelanjutan. Kita sendirilah masing-masing diri sendiri yang lebih mengetahui diri kita sendiri,rasa pasnya dimana?.
Sejatinya pada suatu tahap "guru"kita adalah diri sendiri, tidak ada yang bisa menggantikan. Semoga bermanfaat.